welcome to asti-mahardika.blogspot.com

Halaman

Jumat, 28 Juni 2013

Now And Then


Judul Buku : Now and Then
Penulis : Ann Arnellis
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 310 halaman
Tahun Terbi t: 2012
Harga : Rp 43.000


 Hari ini, ketika melihatmu lagi, kesadaranku terbawa oleh riak hati. Dadaku sesak dipalu malu dan rindu. Cinta menyuruh untuk menghampirimu, tapi ragu membuatku terpaku. Aku bertahan hanya mengagumimu dari jauh.

Seandainya kau tahu betapa ini juga berat untukku. Menjauhimu adalah hal terburuk yang harus kulakukan.

Maaf, Sayang, jika hingga sekarang belum ada jalan keluar bagi kita. Aku harus bagaimana? Senjata apa yang harus kubawa untuk memperjuangkan hubungan yang tak direstui orangtua? Bisakah hanya dengan cinta saja?


Now and then sebetulnya simpel saja, mengisahkan seorang perempuan berdarah Tionghoa bernama Sui Lian, yang ayahnya adalah seorang pedagang mi ayam dan perjalanan cintanya bersama seorang putra pribumi bernama Pras. Pras yang berasal dari keluarga berkecukupan, keluarganya yang merupakan PNS, dan Lian yang datang dari keluarga biasa saja yang hidupnya tergolong sederhana. Pras, yang pernah kuliah di Universitas Diponegoro yang merupakan impian Lian namun tak sampai, Lian, yang berusaha mendapat ilmu dari bekerja di toko buku, dan Pras yang sedang mengusahakan perkebunannya.

Buku ini menampilkan begitu banyak perbedaan yang nampaknya tak terjembatani namun diusahakan untuk berhasil, dan banyak merangkum cara Lian yang sealu ingin positif yang patut dicontoh. Saya sangat senang dengan isu yang diangkat, bahwa masih ada diskriminasi antar ras, dimana Lian mengatakan, "Memang kenapa kalau Cina?"

Menurut saya, isu ini sangat kritis, karena terkadang, saya pun menanyakan hal yang sama. Kata-kata seorang pekerja Pras, " Saya iri saja Mas, mereka Cina kaya sementara saya susah" Ini menyimbolkan rasa iri yang sebetulnya tidak perlu, yang juga dibuktikan pada kerusuhan pada Mei 1998 saat banyak sekali para warga etnis Tionghoa yang dibunuh, dan yang wanita diperkosa.

Pada intinya, buku ini memiliki moral yang baik, hanya saja dalam penyampaiannya kurang berhasil. Penulis membuktikan bahwa karyanya masihlah karya baru, yang terpampang karena cerita dimulai dengan kuat namun seiring buku berlanjut, cerita terlihat melemah. Awal yang menceritakan kebingungan Lian di Lawang Sewu mengesankan bahwa buku ini memiliki sedikit aura misteri, yang, semakin dibaca, sama sekali melenceng dari perkiraan. Gaya tulisannya tergolong formal, dengan imajinasi yang terbatas karena adegan-adengannya klise ala remaja sedangkan para tokoh sudah berusia 20an. Latar kota Semarang yang dikisahkan adalah tempat-tempat yang terkenal oleh wisatawan seperti Lawang Sewu, Tugu Pemuda dan Simpang Lima. Positifnya, ini memudahkan para pembaca untuk menempatkan diri di tempat tersebut dan membayangkan cerita secara nyata. Namun buruknya, hal ini tidak membuat para pembaca bertambah wawasannya. alur cerita cukup mengalir, dengan mudah dapat dipahami. dan walaupun pada beberapa tempat terkesan klise, tidak terasa aura teenlit yang biasa beredar.

Namun alur tersebut juga dengan mudah dapat ditebak sehingga membacanya menjadi sesuatu yang tidak menantang. Akhirannya standar dan tidak memberi kesan yang mendalam dan sedikit menggantung. Setelah mereka berbaikan, lalu apa? Menikah? putus lagi? karena cinta antar tokoh tidak terkesan seperti sehidup semati. Saya pribadi lebih tertarik dengan cerita tokoh-tokoh sampingan. Namun secara keseluruhan, cukup menarik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar